" Heyy... ga boleh tau!!! nanti dosa. . . !! "
Kalimat inilah yang sering diucapkan sama anak tetangga saya. Kenapa saya sampai tahu? Karena rumahnya pas di depan saya. Anak-anak kecil, sering main di depan rumah saya dan rumahnya.. jadi pasti saya mendengar. Sikapnya bagus, bukan? Kecil-kecil sudah bisa mengingatkan teman bahwa hal yang dikerjakan ataupun tengah dibuat temannya adalah sebuah dosa.
Sore itu juga saya bertanya padanya, " Neng, apa sih dosa-dosa teh? ". Lucunya dia menjawab " Kata Abah, matiin ulat teh dosa, sama dengan membunuh! " Untuk ukuran anak TK, dia termasuk kritis juga. Kemudian saya tanya lagi, " Neng, ari membunuh teh, dosa?" Sambil merengut dia menjawab " Kata Abah, dosa! Kalo ulatnya di injak teh kan mati, Tante.....eee...!!! "
Kemudian saya ajak ngobrol lagi, rupanya dia tahu dosa-dosa yang lainnya, kalo bisa disebut diantaranya adalah dosa kalo bohong sama mamanya, dosa kalo pukul temannya, dosa kalo ngelawan sama Abahnya, dosa kalo ngambil barang tidak ijin dulu sama yang punya. Yang terakhir ini sering ia sebutkan, karena kakaknya sering melakukan hal itu, mengambil properti sang adik, tanpa bilang-bilang dulu.
Saya jadi senyum-senyum sendiri. dalam hati saya bersyukur, anak kecil bisa tanggap begini. Kalo sudah besar.. masih begini ga ya? Jadi berpulang ke diri sendiri. Kalo sudah besar, apalagi dah seumuran saya, dosanya banyak yang di anulir alias dianggap ga dosa sama sendiri. Banyak ngelesnya.
Apa sih dosa? Mari kita lihat.. hmm...hmmm... hmmm...
Kalo dari bahasa Sansekerta, dosa itu adalah tindakan yang melanggar aturan yang telah ditetapkan Tuhan.
Dosa itu juga bisa berarti pikiran atau tindakan yang menjauhkan kita dari Tuhan. Jauh dari Tuhan artinya kita tidak merasa tentram, tidak indah, hidup kita pasti acak-acakan.
Contoh kecil bikin ga tentram adalah, bikin orang lain berantem. Biasanya gara-gara ejek-ejekan antar teman. Banyak contoh kasusnya. Anak kecil, paling cepat reaksi mengejeknya. Ada-ada aja yang dikomentari. Mulai dari mulut, gigi, hidung, sampai baju dan sepatu. Biasanya yang dikomentari ga terima. langsung baeud.. merengut maksudnya dan akhirnya marah-marah. Padahal kalo dipikir-pikir.. kenapa harus marah ya?
Saya jadi ingat Ayah saya, waktu saya kecil.. Ayah juga suka ngatain saya.. ngejekin. Banyak yang disebutnya, mulai dari Tukang ngorok sampai Gigi Tonggos, celakanya pada akhirnya, semua paman saya juga ikutan. Halah !! Apa coba? Tidak enak memang punya sebutan yang tidak bagus seperti itu. Tiap anak kecil pengennya sih disebutnya cantik, princess... ini malah kebalikannya. Dulu saya marah jika diejek begitu. Sesudah seumur ini, jika ingat saya jadi berpikir lain.., mungkin itu adalah ekspresi sayang mereka ke saya. Apakah dosa? Tidak, kalo saya menerima dengan senang hati ejekan mereka dan mengganggapnya sebagai suatu ekspresi sayang. Akan jadi dosa jika saya tidak terima dan mengajak Ayah saya berdebat soal ejekannya. Contohnya, Ayah saya sering menyebut saya dengan sebutan si hidung jambu, secara hidung saya memang nemplok seperti jambu air besar dan sering berwarna merah dengan sendirinya. Tapi saya tidak marah, karena hidung jambu air ini adalah warisan dari beliau, mau apa dikata.. hidung kami sama. Hanya beda warna kulit, sebab Ayah saya sering panas-panasan di bawah matahari sehingga tampak seperti orang Irian, sedangkan saya always avoiding a sunlight. Jadi kesimpulan walau hidung jambunya sama, mungkin lebih tampak indah disaya, karena ada warnanya. Saya anggap Ayah saya mengagumi hidung jambu karena beliau tidak bisa punya yang sebagus saya. Tak perlu diributkan, cukup dianggap sebagai anugerah.. supaya tidak jadi dosa, iya?
Akhirnya, dosa atau tidaknya suatu pemikiran atau tindakan, sepertinya bakal berpulang pada diri masing-masing. Saya tidak juga mau bahas terlalu dalam, menyadari keimanan yang masih seumur jagung dan masih cetek seperti rawa becek. Yang penting mah, sekarang sebaiknya menjaga diri dan pikiran saya, bagaimana caranya agar tidak menyebabkan orang lain menjadi tidak tentram, tidak nyaman. Mulai dari mendidik mulut rombeng saya, biar rapi jangan asal mangap. Kata-kata kita tanpa sadar bisa menyakiti orang lain, itu yang saya hindari. Tingkah laku juga, jangan ngasal, contohnya duduk jangan sembarangan, apalagi pake rok... udah pake rok agak di atas lutut, duduknya sembarangan, haduh ! Pake celana panjang juga, pakai legging tapi polos doang, minimal ada pemanisnya lah supaya ga jadi kayak you can see all in my shape. Pakaian itu kan pendukung, saya tidak boleh sampai bikin kesempatan orang buat mencela pakaian saya, nanti bikin dosa juga buat mereka. Juga mulai dari pikiran saya, agar selalu di zona positif. Akan lebih indah kalo berpikir tentang hal-hal yang positif, katanya mah positive thinking giteu !!
Yang lainnya, mulai dari hal-hal kecil... bersifat kebiasaan. Kebiasaan senyum juga baik. Menyapa selamat pagi dengan tersenyum... menunjukkan gigi yang kecil-kecil... hiii... Jika kebiasaan ini saya bisa lakukan setiap hari, maka saya pasti punya starter yang bagus untuk bisa positive mind setiap hari. Jika bisa punya positive mind tersebut, saya pasti akan menjaga pikiran saya, kelakuan saya dan mood saya dengan baik. Mencegah dosa? Keyakinan saya seperti itu. Well done ...semuanya terhubung seperti lingkaran, ya? Indahnya ....
No comments:
Post a Comment