Wednesday, 7 September 2011

Memaafkan orang lain

Beatrix Roos (@beatrix_roos) has shared a Tweet with you:

"Mario__Teguh: Memaafkan itu terkadang sangat berat namun dibandingkan beban yg kamu pendam saat tdk mau memaafkan itu lebih berat lagi."
--http://twitter.com/Mario__Teguh/status/111391043940913153

Published with Blogger-droid v1.7.4

Saya adalah seorang pendendam. Pendendam dalam arti sering menyimpan marah di dalam hati, dan selalu berusaha bersikap baik-baik saja di hadapan orang yang membuat sakit hati. Kadang, dengan tidak tulus saya berkata saya memaafkan dan menerima saat seseorang meminta maaf pada saya. Di dalam hati, diam-diam saya selalu mencatat kelakuan dan perkataan orang-orang yang pernah menyakiti saya. 

Tentang catatan itu, saya mencatatnya secara permanen, tidak bisa dihapus. Saya juga tidak mau berusaha menghapusnya, saya memanjangkan catatan kesalahan orang lain, saya mencatatnya dalam hati saya. Entah untuk tujuan apa, akhirnya makin lama semua jadi bertumpuk. 


Kalau dilihat, secara pergaulan saya ini  adalah termasuk kaum minor. Tidak terlalu bisa bergaul, hingga pada akhirnya suatu saat, saya memilih jadi tidak mau bersusah payah bergaul. Dalam kumpulan, saya lebih memilih untuk diam dan sendiri, karena saya tidak mau bersusah payah menyesuaikan diri, tidak mau repot ikut pembicaraan-pembicaraan umum, apalagi ber gosip. Saya hanya bersikap "Leave me alone, saya tidak mau mengganggu dan tidak mau diganggu!" Saya merasa nyaman dengan sikap saya itu.

Dan dalam keadaan seperti itu, jika ada yang berani,menyenggol, mengganggu kenyamanan saya yang seperti itu, saya akan marah. Apalagi bila perkataan dan perlakuannya membuat saya sakit hati, saya akan segera mengeluarkan buku catatan dendam dan mencatatnya secara permanen. 

Itu baru contoh hal yang kecil-kecil, bagaimana dengan yang besar? 
Saya menyimpannya dalam sebuah lemari khusus di hati saya. 
Cerita saya disakiti keluarga, dicerca, dituduh, difitnah, semuanya lengkap-kap didalamnya. 
Jika ditanya, pernahkah saya mencoba membuka kembali dan memaafkan, jawabnya tidak pernah. 
Di dalam pikiran saya, saya berpendapat, mengapa saya harus memaafkan mereka yang selama ini, satupun belum pernah ada yang minta maaf atas perlakuan mereka pada saya. Sungguh tidak sebanding dengan apa yang saya lakukan. Saya, si pendendam ini, sedikitnya tahu caranya minta maaf, dan itu saya lakukan. 

Jika saya melakukan kesalahan, saya orang pertama yang akan berdamai dan minta maaf. Sebaliknya jika ada yang bersalah pada saya, dan minta maaf, saya tidak akan mendendam padanya, walau saya akan masih mencatatnya.

Ya, saya si pendendam. Kali ini membaca catatan di atas, bersamaan dengan saat saya sampai pada suatu masa dimana dendam lama terbuka kembali. Persoalan sama, cacian yang sama, kena fitnah juga. Apakah saya mau terus dengan beban ini? Ataukah saya harus pilih : Let it Go! 

Persoalan ini berulang dan masih terus bergulir dari dulu hingga sekarang. Hanya kadang ada tangan yang menekan tombol Pause. Entah itu tangan siapa. Capek dan bosan dengan persoalan yang bergulung-gulung seperti bola salju, pada suatu titik saya merasakan beban saya tambah berat saja. Suatu saat, saya menemukan kata-kata di atas dan memikirkan kebenarannya. Tergugah, dalam hati bertanya : Haruskah saya memaafkan untuk kali ini? 


No comments:

Post a Comment