Patah

Aku patah...

Kurasakan aku patah. Sakit menetak sekujur tulang, terlebih tangan... Biasanya sebelah kanan.

Aku juga tak ingin terlalu jujur. Tapi ini sudah menahun. Setiap kali aku goyah karena dihadapkan pada fakta akan kehidupan cintaku yang sebenarnya, aku harus menelan konsekwensi dan ketidakberdayaanku sendiri... Aku  merasa patah.

Aku harus menelan kenyataan aku tak dapat menemukan jawaban dari pertanyaan akan cinta, yang terjadi selama ini. Semakin aku menelaah, semakin dalam mengkaji, semakin aku mengerti mengapa sejak awal tak pernah aku berani mengatakan soal cinta.

Aku tak pernah mengatakan  "I love you" , terlalu malu entah tabu. Tapi aku dulu pernah belajar satu hal, ketika mengatakan itu, kau memutuskan untuk  menyerahkan semuanya, percaya pada orang itu. Yang kau putuskan dimana cintamu berlabuh dan orang itu yang pantas kau cintai.

Soal percaya, hal itu yang paling sulit, karena aku tak dapat disakiti, terlalu sensitif.. Maka aku juga memutuskan untuk tidak mudah percaya, bahkan kepada cinta itu sendiri.

Cinta itu sendiri yang membentangkan sejuta alasan, bahwa aku harus pasrah, menerima dab percaya akan keajaibannya. Pasrah dan terima, sudah aku lakukan... Namun percaya tetap menjadi bagian yang paling berat dilakukan.

Percaya berhubungan dengan harapan, keinginan, possession, situasi ideal, berserah... Yang mana hal ini sulit sekali aku lakukan.  Aku bisa dikatakan tak punya possession, alasannya sederhana, karena aku takut kecewa. Ketakutan kecewa inilah yang menjadi jebakan maut bagiku, karena pada akhirnya aku tak punya harapan, yang pada akhirnya juga membuat aku sakit, karenasama seperti harapan, aku tak bisa percaya siapa-siapa.

Mungkin ada baiknya aku mengurai cinta. Apa yang kuinginkan, apa yang kuharapkan, what is my possession...? Karena semakin lama aku menunda menguraikannya, semakin sering aku merasa patah.

Aku tak ingin selalu patah.

Published with Blogger-droid v2.0.2