Monday, 3 May 2010

Are you willing ?

Apakah kau bersedia?

Kalimat ini selalu ditanyakan, terlebih pada saat menghadap altar. Anda diminta menyatakan kesediaan secara sukarela akan situasi ataupun kondisi beserta konsekwensi tertentu.  Apakah Anda bersedia, mencintai, menghormati dalam untung dan malang, dalam susah dan senang, bahkan dalam keadaan tak berdaya dan sakit.

Seorang teman, minta saya untuk memberikan pendapat. Teman ini sedang Fall in love with somekind of man, yang menurut dia very nice, responsible-person, caring plus understanding. Teman tertarik dan ingin mencoba memulai suatu hubungan dengan orang tersebut. Tetapi,  ia ragu karena orang yang menurut dia nice itu punya latar belakang yang rumit dan situasi sekarang pun tidak begitu baik. Family Background juga menjadi bahan penilaiannya. Secara pribadi ia baik, namun ketika dikembalikan pada masalah keluarga, mungkin ini ya, masalah keluarganya belum solved sampai saat ini. Menurut teman saya, inilah yang ia khawatirkan. Bagaimana bisa membangun keluarga, bila nantinya masalah keluarga akan terus merecoki hubungan mereka, dan teman saya belum siap untuk itu.

Setelah mendengar,saya hanya bisa menyampaikan judul diatas. Apakah kamu bersedia mencintai dia apa adanya? Teman saya mengangguk. Bagaimana ketika dia jatuh alias jobless? Teman saya nyengir.. ga mungkin, jawabnya.  Terus saya lemparkan padanya pertanyaan-pertanyaan sebagai pertimbangannya. Mungkin sampai saat ini teman saya itu, belum juga mendapat jawabannya. Terus terang, ia bilang.. pertanyaan saya berat-berat.

Saya jadi ingat, ketika saya dihadapkan pada situasi yang sama. Disebelah saya, duduk the loves one.. saya memandangnya, dan membayangkan dia sudah tidak bergigi.. rambut putih semua, pakai tongkat. Apakah saya masih mau menerimanya? Saya juga membayangkan, jika ia terbaring tak berdaya, amit-amit.. siapa juga yang mau, tapi seandainya… apakah saya mau merawatnya? Menemaninya? Menggenggam tangannya, seperti sekarang?

Juga jika saya dihadapkan pada masalah-masalah di luar hubungan kami secara personal, bagaimana saat kami diterpa masalah dengan pihak lain, apakah saya akan mengibaskan tangannya dan meninggalkannya?

Teman saya masih nyengir, saya jadi nyengir juga. Saya jadi ingat buku cerita Lucky Luke kalo ga salah judulnya Lucky Luke's Fiancee. Ada pernyataan Lucky Luke yang saya ingat sampai saat ini, kalo ga salah, kurang lebih seperti ini  :

“ Pernikahan adalah mau menerima permasalahan yang sebetulnya tidak akan ada jika kita sendiri ”.
Begitu kira-kira. 
Jadi, teman… how’s your answer? I guess it’s up to you ya….

No comments:

Post a Comment